Minggu, 28 Februari 2010

Ilmu Negara jangan dikacaukan dengan General Theory of State

Ilmu Negara (IN) jangan dikacaukan dengan General Theory of State (GTS). Memang beberapa guru kita seringkali mengutip pendapat R. Kranenburg, H. Kelsen dan G. Jellinek, tetapi sebetulnya istilah IN tidaklah merujuk pada karya-karya mereka.

Marilah kita perhatikan sejenak judul karya-karya mereka itu.
1. Kranenburg: Algemene Staatsleer.
2. Jellinek: Allgemeine Staatslehre.
3. Kelsen: Allgemeine Staatslehre.

Ilmu mereka bertiga itu lebih tepat disebut Ilmu Negara Umum (INU).
Menariknya, saya belum pernah mengetahui adanya sarjana Indonesia yang menulis buku di bawah judul INU. Judul-judul yang dipampangkan umumnya berjudul 'IN', 'IN dan Politik', serta '(Pengantar) Ilmu Politik'.

Pada sebuah buku berjudul IN, saya menemukan pengaruh dari INU-nya Kranenburg, yang ternyata dari penegasan awal bahwa "objek IN adalah negara dalam pengertian yang abstrak, UMUM, universal, dan belum terikat pada tempat dan waktu tertentu". Dengan demikian, buku IN yang ditulis oleh sarjana Indonesia itu disamakan begitu saja dengan INU gaya Kranenburg.

Bahwasannya Kranenburg memang memberi pengaruh yang besar pada sarjana-sarjana hukum Indonesia, hal ini tidak saya sangsikan (bukunya sempat diterjemahkan pada era 1950-an). Di sini, saya hanya menegaskan bahwa guru besar dari Univeristas Leyden itu tidak menulis IN, melainkan INU.

Bahwasannya Jellinek (jarang ada profesor Indonesia yang lupa menyebut dia Bapak Ilmu Negara) dan Kelsen (buku-bukunya juga diterjemahkan) memberi pengaruh yang besar pada sarjana-sarjana hukum Indonesia, hal ini juga tidak saya sangsikan.
Namun....
Mengapa - sampai sekarang - sarjana-sarjana Jerman dan Austria masih menulis perihal INU, bukan IN?
Mengapa sarjana-sarjana hukum Indonesia tidak menulis buku berjudul INU saja? Mengapa seakan bersikukuh pada IN?
Sebabnya ialah INU itu menyelidiki objeknya (yaitu negara) dalam pengertian yang abstrak, umum, universal dan tak terikat oleh tempat dan waktu tertentu. Negara semacam itu hanya terdapat dalam gagasan atau lamunan manusia.
Jelaslah bahwa IN itu tidak demikian. IN bukan ilmunya orang melamun.
IN itu menyelidiki objeknya (yaitu negara) dalam pengertian konkrit, partikular serta terikat oleh tempat dan waktu tertentu.
Pembahasannya memang teoritik karena IN itu Staatslehre. Adapun teori/lehre-nya jangan dipisahkan secara tajam dari praktik. Teori harus berguna dan dapat dipraktikkan.

Rabu, 03 Februari 2010

Ilmu Negara Itu Bukan Ilmunya Orang Melamun.


Staatslehre atau Ilmu Negara itu menyelidiki negara dalam pengertian yang konkrit, empiris, serta terikat oleh tempat dan waktu. Berdasarkan pengertian yang demikian itu, negara itu konkritnya, menurut pengalaman, menurut tempat dan waktunya terjadi di Italia pada masa 'Rinascimento' yang termasuk Zaman Modern. Dalam bahasa Italia, negara itu disebut 'Lo Stato'. Kita dapat mengetahuinya dari risalah karya Machiavelli, 'Il Principe' yang dikerjakan di San Casciano, Florentine.
Kabar baiknya, buku tersebut sudah lama sekali diterjemahkan ke bahasa Inggris di bawah judul 'The Prince'.

Kabar sedihnya, cetak ulang buku itu tersedia di toko buku sekarang ini dengan harga diatas seratus ribu rupiah ;)

Dilanjutkan ya...
Nah... Christine de Pizan (pengarang buku 'KOTA para Wanita') yang hidup di KOTA Piza - jauh sebelum Machiavelli dilahirkan - belum mengenal negara.
Ratusan tahun sebelumnya, Aquinas menulis 'Regimine Principum', yang ditujukan bagi penguasa KOTA Yerusalem [Darussalam].
Ratusan tahun sebelumnya, Madinah juga bukan negara [melainkan KOTA].
Ratusan tahun sebelumnya, Augustinus menulis buku 'KOTA Tuhan'.
Ratusan tahun sebelumnya, Polybius menulis 'Sejarah MegaPOLIS' [KOTAbesar].
Ratusan tahun sebelumnya, Aristoteles menulis 'Konstitusi KOTA-KOTA Athena'.
Ratusan tahun sebelumnya, ........terjadilah kota pertama.
Ratusan tahun sebelumnya, ........terjadilah masyarakat pertama.
Ratusan tahun sebelumnya, ........terjadilah komunitas pertama.
Ratusan tahun sebelumnya, ........ada keluarga pertama.
Ilmu Negara itu bukan ilmunya orang melamun, bukan ilmu abstrak yang tak terikat oleh tempat dan waktu.
Melalui metode historis kita dapat mencoba merekonstruksi masa lalu, namun bukan untuk masa lalu itu sendiri.

Udah dulu ahhh....
Salam keilmuan.

Minggu, 27 Desember 2009

Trias Politica bukan hanya dalam teori Charles de Montesquieu


Trias Politica telah menjadi perbincangan yang tak pernah usai dalam teori hukum dan negara. Baru-baru ini saya membaca buku yang penulisnya yakin bahwa teori itu sebetulnya adalah teori-teori sarjana Eropa yaitu Charles de Montesquieu dan John Locke, dan sebetulnya sudah lebih dahulu diungkapkan oleh Umar bin Khattab. Orang yang disebut terakhir itulah yang katanya orang pertama yang mengungkapkan TP di dunia ini.
Hasil penyelidikan saya terhadap koleksi-koleksi pustaka politik mengungkapkan hal yang berbeda. Aristoteles-lah yang sepantasnya dikatakan sebagai orang pertama yang menggagas Trias Politica [yaitu kuasa-kuasa deliberatif, elektif dan yudisial]. Seandainya saja dia membaca isi halaman 3 dst. pada risalah Politics Vol. II, karya sejarawan Jerman Heinrich Gotthard von Treitschke [1916, translated from the German by Blanche Dugdale & Torben de Bille].
Tetapi saya teringat semasa kuliah dulu, PAK PROF mengatakan: "bacalah buku aslinya, terjemahan terkadang menyesatkan...dst."
Secara gerak hati terlintaslah banyangan tentang bahasa orang-orang itu. Bahasa Perancis, Bahasa Jerman, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Yunani.
Sayang sekali, di Indonesia sulit sekali didapatkan buku-buku politik dan klasik dalam buku aslinya [bukan terjemahan] dan dalam bahasa aslinya yang beraneka itu.
Betulkah kita bisa memperolehnya dengan mudah?

Selasa, 22 Desember 2009

Kisah Pendek Perihal Georg Jellinek (1851-1911) dan Max Weber (1864-1920)


Georg Jellinek adalah profesor hukum publik dari Universitas Heidelberg. Karyanya yang termashyur berjudul Allgemeine Staatslehre, disusun secara sistematis dengan mengandalkan bahan-bahan dari zaman kuno, tengah dan modern.
Untuk mengenangnya, para ahli hukum menghargai beliau sebagai Bapak Ilmu Negara Umum, dan karyanya dipandang sebagai penutup zaman modern sekaligus legger atau alas bagi penyelidikan di zaman kontemporer.
Salah satu teorinya yang masih diajarkan di fakultas-fakultas hukum di Indonesia adalah perihal dasar berlakunya tata hukum, yaitu yuridis, sosiologis dan etis [di Indonesia kerap dimodifikasi menjadi filosofis]. Apabila diperhatikan dengan betul, teori itu mencerminkan kedudukan Jellinek sendiri, yaitu beliau adalah doktor hukum sekaligus doktor iuris yang tidak mengabaikan fakta-fakta sosial.
Kisah ini menunjukkan betapa kedudukan seorang penulis menentukan cara berpikirnya (tak mungkin autonom). Maklum saja, di Heidelberg waktu itu, sosiologi, ilmu negara dan ilmu hukum itu "saling menyapa". Jellinek mempunyai kolega yang sosiolog, yang juga belajar hukum dan negara, yaitu Max Weber. Nah ini sebetulnya perlu diteladani juga di Indonesia. Sekarang, orang lebih mengenang Weber sebagai perintis sosiologi. Padahal, believe it or not, dia dulunya guru besar Hukum Dagang.
Secara gerak hati, kisah lama ini segera mengingatkan saya kepada guru-guru saya, yang sebetulnya memiliki kisah tersendiri. Guru-guru yang saya maksudkan ialah Satjipto Raharjo (1930-2010) dan Soetandyo Wignjosoebroto.

Minggu, 20 Desember 2009

BUKU 'ILMU NEGARA'


Pada awal Desember 2009 terbitlah buku karya saya yang pertama: Ilmu Negara. Diperlukan waktu lebih dari dua tahun untuk menyusunnya. Maklum saja, bahan-bahan yang mesti disusun demikian banyaknya. Betapapun juga, saya berharap buku itu dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi siapapun yang membacanya...

Diskripsi Singkat:
Judul Buku : Ilmu Negara
Penulis : Pudja Pramana KA
Format Buku : 16 x 23
Jml Hal : xii + 360 hlm
Tahun Terbit : 2009
ISBN : 978-979-756-556-5
Penerbit : Graha Ilmu

Senin, 27 Oktober 2008

Negara diadakan, maka jadilah Negarawan - Pudja Pramana Kusuma Adi.

Ilmu negara merupakan ilmu yang objeknya negara. Sudah pasti memerlukan jalan panjang bagi sebuah negara untuk mencapai bentuknya yang sekarang ini.
Namun tahukah anda, dari ratusan negara yang ada di dunia ini hanya sedikit saja yang menjadi negarawan yang berpengaruh dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Lantas negara itu untuk apa? Apa hakekatnya? Mengapa terkadang negara "tidak hadir" dalam kehidupan kita? Mengapa pula terjadi kekerasan oleh negara terhadap warganya? Mengapa warga negara tak bisa disamakan begitu saja dengan kawula negara? Mengapa wilayah negara menjadi berkurang (atau justru bertambah)? Sahkah kekuasaan negara itu? Seabreg pertanyaan ini masih dapat ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan lain di benak anda. Penasaran?



ILMU NEGARA

ILMU NEGARA
ILMU NEGARA Oleh Pudja Pramana KA

Ilmu Negara (Staatslehre)


Ilmu Negara (Staatslehre) merupakan sebuah ilmu yang objeknya negara. Ilmu ini resminya dikenal sebagai mata kuliah pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia, Belanda, Jerman dan Austria.
Kok ada hubungannya dengan negara-negara Eropa Barat, sih? Maklum saja... Ilmu-ilmu yang berkembang dan dikembangkan di Indonesia memang banyak yang bersandarkan ilmu bangsa-bangsa Eropa. Bahkan Bapak Ilmu Negara juga orang Jerman, lho. Dialah Georg Jellinek.

Meskipun demikian, istilah 'lo stato', alias 'the state' atau 'negara' telah dipergunakan oleh negarawan Italia Niccolo Machiavelli di dalam bukunya yang berjudul Il Principe atau Priagung, jauh hari sebelum Jellinek dilahirkan.
Menarik bukan? Ya iyaalah... Coba saja kita lihat kenyataan sehari-hari. Kita sekalian adalah manusia warga negara (tidak sekali-kalinya kawula negara), namun sering lupa dan dilupakan negara. Terkadang negara seolah tidak hadir dalam kehidupan kita. Namun pada kesempatan lain, negara seolah hadir bahkan di tempat tidur kita!
Maka, meski mungkin agak terlambat, tidaklah terlalu keliru apabila kita meluangkan waktu sejenak untuk mencermati negara. Apa saja sih yang mesti dicermati?

Kaum ahli belum mencapai kesepakatan umum mengenai hal ini. Namun kita bisa mencoba menyusun beberapa hal penting yang memang selalunya diperbincangkan itu, dengan memperhatikan metode pencermatan atau penyelidikan yang lazim dipergunakan dalam dunia keilmuan.
Demi alasan-alasan praktis, dapat dirumuskan terlebih dahulu apa yang hendak dicermati, yaitu:
1. Asal muasal negara.
2. Hakekat negara.
3. Tujuan negara.
4. Keabsahan kekuasaan negara.
5. Klasifikasi negara.